Kemenag Bahas Regulasi KUB dan Pendirian Rumah Ibadah

By Abdi Satria


nusakini.com-Bogor-Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Setjen Kementerian Agama membahas kembali Peraturan Bersama Menteri (PBM) No 9 dan 8 Tahun 2006 yang ditandatangani Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Pembahasan digelar dalam rapat koordinasi yang dibuka oleh Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi. 

Hadir, para pejabat dari Kementerian dan Lembaga terkait, di antaranya Kantor Staf Presiden (KSP), Kemenko PMK, Kemenko Polhukam, Kementerian Dalam Negeri dan Kemenag. Hadir juga akademisi dan aktivis kerukunan umat beragama, serta Nifasri selaku Kepala PKUB Kemenag. 

PBM No 9 dan 8 tahun 2006 mengatur tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. PBM ini kembali dibahas dalam kerangka meningkatkan statusnya menjadi Peraturan Presiden (Perpres). 

Pembahasan PBM ini akan berlangsung selama dua hari. Ada tiga tema besar yang akan dibahas dalam sidang komisi, yaitu: Urgensi Peningkatan Status PBM, Dampak Peningkatan Status PBM, serta Penyiapan Izin Prakarsa dan Naskah Akademik. 

Wamenag Zainut mengatakan, saat ini persoalan kerukunan umat beragama (KUB) bukan hanya dipandang sesuatu yang bersifat lokal dan regional. Weman menyambut baik pembahasan terkait kemungkinan meningkatkan status PBM menjadi Perpres. 

"Persoalan kerukunan umat beragama telah menjadi persoalan global. Hal ini dapat dilihat dari bermunculannya isu-isu terkait kerukunan umat beragama beberapa tahun terakhir yang menjadi perhatian dunia internasional," kata Wamenag di Bogor, Kamis (25/06). 

Menurut Wamenag persoalan-persoalan terkait dengan intern dan antar umat beragama, kebebasan beragama, rumah ibadah kerap menjadi bagian dari pemberitaan media. "Pada konteks ini, maka kebijakan dan program Kementerian Agama diarahkan pada Moderasi Beragama, sebagai kampanye untuk semua agama mengenai cara-cara pengamalan ajaran agama yang moderat," ujar Zainut Tauhid. 

Moderasi Beragama, lanjut Wamenag, perlu dijadikan pedoman bagi setiap individu. Semua pihak harus saling membuka diri terhadap perbedaan, terutama pada yang bukan wilayah pokok Agama yang diakibatkan oleh perbedaan tafsir agama. Keterbukaan, dan dialog dalam kerangka kerukunan umat beragama, akan berdampak pada munculnya toleransi, dan pengakuan pada adanya perbedaan untuk saling memahami dan saling menjaga. 

"Bahkan pada titik dialog yang konstruktif justru berkontribusi dalam meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap ajaran agama masing-masing," ujarnya. 

"Bila sikap ini membudaya, ada harapan besar dapat terpeliharanya harmoni di antara kelompok-kelompok masyarakat dan umat beragama" sambungnya. 

Ia menambahkan Moderasi beragama yang kini diarusutamakan oleh Kementerian Agama, juga menjadi latar dari kegiatan kerukunan umat beragama. Hal ini dapat dilihat melalui berbagai upaya peningkatan literasi yang berkaitan dengan agama, bangsa, dan negara. 

Peningkatan literasi ini diharapkan berbuah pada dapat dicegahnya berbagai sikap dan praktik dari paham-paham keagamaan ekstrem dan radikal yang bisa saja muncul dari setiap agama. Ekstremisme beragama ini berpotensi menjadi ganggguan kerukunan umat beragama, baik intern umat agama maupun antar umat agama. 

"Melalui kampanye moderasi beragama, pemerintah mengajak seluruh elemen masyarakat agar turut peduli dan mengatasi setiap isu yang dapat menciderai dan terwujudnya harmoni sosial," tandas Wamenag.(p/ab)